JAKARTA - Psikolog klinis mengatakan crosshijaber yang berasal dari kata crossdressing, yakni aksi mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelamin bawaan lahir, adalah salah satu jenis perilaku yang menyimpang.
Perilaku ini kalau dalam istilah medis dikenal dengan sebutan transvestisisme yakni perilaku yang sering kali dianggap sebagai suatu penyimpangan, yang merupakan gangguan kejiwaan karena adanya keinginan dari seorang laki-laki atau perempuan, yang mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh jenis kelamin sebaliknya, kata psikolog klinis dari RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Nena Mawar Sari seperti dikutip dari Antara, pada Senin (14/10).
Biasanya, kata Nena, perilaku transvestisisme berawal dari riwayat seseorang merasa tidak nyaman dengan identitas seksual yang dia miliki. Ini bisa akibat adanya trauma di masa lalu.
Bisa jadi dia dulu mengalami pelecehan seksual, sehingga dia merasa kalau memakai baju sebaliknya dia akan merasa nyaman, kata Nena.
Istilah crossdressing tak sama dengan kondisi transgender. Seseorang yang melakukan crossdressing disebut Nena bisa saja memiliki tujuan beragam, mulai dari penyamaran untuk melakukan tindakan kriminal, hiburan atau ekspresi diri, hingga mendapat kepuasan seksual.