Jakarta - Pemerintah diminta menjelaskan dampak ideologis, pertahanan, keamanan, dan politik luar negeri dari keterlibatan Indonesia dalam proyek Jalur Sutra Abad 21. Sebab proyek tersebut berdampak pada pemerintah baru hasil Pilpres 2019.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Panjaitan menyatakan Indonesia akan menawarkan 28 proyek di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt and Road Initiave yang digelar di Beijing April 2019. Total nilai proyek yang ditawarkan sebesar US$ 91,1 miliar, kurang lebih setara dengan Rp 1.296 triliun.
Pakar kebijakan publik yang juga CEO Makna Informasi M Rahmat Yananda mengatakan, penawaran tersebut adalah nilai yang fantastis dan jauh melampaui nilai uang yang masuk ke dalam kas negara melalui tax amnesty. Sekalipun skema proyek tersebut bersifat Business to Business (B to B), publik perlu mendapatkan informasi yang transparan terkait dampaknya kepada hubungan internasional, pertahanan-keamanan, dan ideologi, yang menjadi sebagian tema debat capres keempat.
Sayangnya persoalan tersebut tidak diangkat oleh para kandidat, khususnya petahana, dalam debat keempat lalu. Menurut Rahmat, Jalur Sutra Abad 21 akan memunculkan geo-ekonomi dan geo-politik baru.
Rencana Jalur Sutra Abad 21 dipromosikan Presiden Xi Jinping ketika berkunjung ke Kazakhstan dan Indonesia tahun 2013. Banyak pihak menyatakan bahwa Jalur Sutra Abad 21 adalah visi Xi Jinping yang membedakannya dengan pemimpinCina sebelumnya. Jalur Sutra Abad 21 di darat dan laut melewati 66 negara dan menelan biaya yang sangat besar, ujar Rahmat.