Penegak hukum dinilai perlu merespons banyaknya narasi provokatif terkait proses hukum mantan pemimpin ormas Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS). Narasi provokatif, apalagi berisi hoaks, bisa membuat situasi gaduh.
Kalau sudah menyebar melalui media sosial, narasinya hoaks, ya mestinya ditindak supaya tidak membikin suasana jadi tambah gaduh. Kan, bisa menimbulkan persepsi yang tidak betul, kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul, Sabtu (19/6).
Chudry mengatakan, narasi provokatif dan hoaks bisa menimbulkan gesekan di akar rumput. Dia berpendapat, narasi yang tidak benar jika terus menerus disampikan, bisa dianggap sebuah kebenaran kalau tidak ada konfirmasi atau klarifikasi. Tapi kalau dari sudut normatif, ya itu kan sudah melanggar undang-undang (UU), imbuhnya.
Chudry mengajak, masyarakat menyampaikan aspirasi tanpa melanggar hukum dan tetap menghormati hak asasi. Negara memang harus menghormati dan melindungi hak orang dalam menyampaikan pendapat. Tapi mengeluarkan pendapat itu kan tentu ada koridornya, ada batas-batasnya, tidak bisa melanggar hukum, ujarnya.
Dia berharap, HRS dan kuasa hukum bisa mengimbau pendukungnya agar bisa menyampaikan aspirasi dengan tidak melanggar hukum. Jangan sampai sebaliknya, pernyataan HRS dan kuasa hukum menyulut kemarahan para pendukungnya.