Empat Isu Utama yang Merugikan Konsumen
Depok - Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E Halim di Depok, Jawa Barat, Rabu, menilai saat ini ada empat isu utama yang merugikan konsumen.
Pertama, kata dia, terkait dengan kenaikan harga tiket penerbangan yang tidak diikuti perbaikan layanan. Harganya naik, bahkan mendekati 100 persen, tetapi pelayanannya masih sama. "Ini sangat merugikan konsumen," kata Rizal yang juga dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia itu.
Bahkan pada kasus tertentu seperti ada bagasi rusak dan keterlambatan penerbangan menjadi hal yang sering terjadi.
Kedua, terkait dengan pengelolaan perumahan vertikal yang banyak diadukan konsumen.
Ketiga, BPKN akan mengkaji produk-produk telekomunikasi yang saat ini sangat tidak terkontrol baik dari sisi produksi dan distribusi. Berapa harga produksinya, berapa tarif yang ideal, dan sebagainya. Dari sisi distribusi, pengaturan telekomunikasi berpotensi menggiring industri ini dalam persekongkolan pengaturan harga (kartel), monopoli, dan sebagainya.
Keempat, BPKN menyayangkan pengaturan regulasi ojek daring yang tidak melibatkan konsumen. Ini sangat tidak fair, kata dia. Tarif batas bawah tidak hanya merugikan konsumen, tetapi menutup penciptaan pasar yang efisien.
"Ini akan menjadi perhatian BPKN dalam beberapa waktu ke depan," ujar kata Rizal.
Dikatakannya persoalan tertutupnya peluang untuk menghadirkan iklim persaingan yang kompetitif menjadi terhambat. Akibatnya output ekonominya juga menjadi tidak kompetitif dan memperburuk daya saing nasional.
Jika argumentasi untuk melindungi ojek daring, maka ada banyak solusi untuk menjamin kesejahteraan ojek daring tanpa harus mengorbankan konsumen. Misalnya, kata dia, mengubah model kemitraan menjadi tenaga kerja aplikator, membuka ruang tenaga kerja semi permanen, dan lain-lain.
"Ini yang tidak dipikirkan sehingga sering kali konsumen menjadi objek penderita. Contoh yang sering kita temui jika terjadi kecelakaan, kejahatan seksual, pidana lain yang menimpa konsumen, siapa yang bertanggung jawab," tanyanya. (ANT).