Irvan Rivano, Bupati Cianjur Terjaring OTT KPK Kerap Berganti Parpol
BANDUNG - Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan politikus Partai Nasdem. Bahkan, Irvan menjadi pimpinan organisasi sayap partai di wilayah Jawa Barat (Jabar).
Irvan diamankan KPK bersama lima orang lain termasuk kepala dinas, kepala bidang dan unsur Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) di Cianjur, Rabu (12/12) bakda subuh. KPK menduga Irvan terjerat dugaan kasus suap anggaran pendidikan.
"KPK menduga uang tersebut dikumpulkan dari kepala sekolah untuk kemudian disetor ke Bupati," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif di Jakarta, Rabu (12/12).
"Dari lokasi juga diamankan uang sekitar Rp 1,5 miliar yang diduga dikumpulkan dari kepala sekolah," ucapnya.
Irvan diketahui kerap berganti seragam partai dalam kiprah politiknya di tanah Jabar. Saat menjadi anggota DPRD Jabar periode 2014-2019, Irvan menyandang kader Partai Demokrat.
Lantas, Irvan maju dalam Pemilihan Bupati Cianjur menggantikan ayahnya Tjetjep Muchtar Saleh. Saat itu, Irvan menggunakan seragam politik kuning milik Partai Golkar.
Tidak lama menyandnag kader Golkar, awal tahun 2018 Irvan kembali pindah partai politik. Irvan mengikuti jejak sang ayah yang pindah dari Demokrat ke Nasdem.
Kepindahan Irvan ke Nasdem disampaikan langsung Tjetjep kepada Ketua Umum DPP Nasdem Surya Paloh saat berkunjung ke Cianjur.
"Alhamdulillah bupati Cianjur sekarang sudah biru (Nasdem),” ungkap Ketua DPD Partai Nasdem Cianjur Tjetjep, awal Maret lalu.
Selain terjun ke dunia politik, Rivano berkecimpung dan membesarkan sejumlah organisasi kepemudaan, di antaranya ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Karang Taruna Kabupaten Cianjur.
Irvan juga tercatat pernah menjabat sebagai ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Cabang Cianjur dan Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia (Perbakin) Cianjur.
Namun, perjalanan politik Rivano terancam kandas setelah terseret kasus gratifikasi dari beberapa kepala sekolah senilai Rp1,5 miliar. Uang tersebut kemudian disita KPK sebagai barang bukti.
"Sebelumnya, KPK mendapat informasi akan ada penyerahan uang terkait dengan anggaran pendidikan di Cianjur. Setelah kami lakukan pengecekan di lapangan, terdapat bukti awal adanya dugaan pemberian suap untuk kepala daerah," ungkap Laode.