Kasus Perdagangan Manusia di Jabar Turun Selama 2018
BANDUNG - Kasus perdagangan manusia yang terjadi dan ditangani Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menurun pada tahun ini.
Kepala DP3AKB Jawa Barat, Poppy Sophia Bakur mengatakan, terdapat beberapa tantangan saat mengevakuasi atau penjemputan para korban human trafficking. Karena itu, DP3AKB dibantu kepolisian dan harus mengendap-ngendap ke lokasi para korban terisolir.
"Pada 2018 yang terlayani 23 kasus. Hampir setengahnya ada penurunan dibandingkan tahun 2017, 57 kasus," kata Poppy di sela-sela acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate Bandung, Kamis (10/1).
"Pengalaman bawa korban di ujung Pulau Bali di Buleleng, di kendaraan kami jantungan meski dengan tim Polda. Khawatir ada mafia yang tidak rela korban dibawa," ucapnya.
Sementara, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jabar Atalia Praratya menilai, penanganan human trafficking antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dan kota terkendala koordinasi. "Data dari provinsi tidak terlalu nge-link dengan apa yang terjadi di kota dan kabupaten," kata Atalia.
Dia mengatakan, karena kendala koordinasi tersebut maka ratusan data tentang kasus human trafficking yang ada di kabupaten dan kota belum terinformasikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.
"Insya Allah dalam waktu dekat kami akan duduk bersama-sama termasuk dengan para dewan pakar yang mereka sekarang peduli dengan perlindungan anak," ungkapnya.
TP PKK berharap setiap pihak terkait dapat lebih bersinergi untuk menumpas kasus human trafficking di Jabar. Namun, validasi data untuk mempercantik koordinasi antarpihak lebih dulu diselesaikan.
Atalia mengatakan, sejauh ini belum tercipta kolaborasi yang utuh dari setiap stakeholder maupun organisasi perlindungan anak dan perempuan. Alhasil, para korban merasa bingung saat hendak melapor. Istri Gubernur Jawa Barat itu optimistis, angka kasus human trafficking bisa terus ditekan agar tak ada lagi warga Jabar yang menjadi korban.
"Insya Allah, mudah-mudahan. Nanti kami akan buat terstruktur dan tersistem dengan baik," ujarnya.
Dia menambahkan, data korban yang dimiliki pemkot dan pemkab di Jabar terpisah termasuk saat penanganan kasus. Menurutnya, usia remaja sangat rawan menjadi korban mengingat perkembangan teknologi yang semakin mudah diakses melalui gawai. Terlebih, saat ini Pemprov Jabar mencanangkan program seperti Desa Digital yang dikhawatirkan bisa mendorong terjadinya kasus.
Dia mengatakan saat ini pihaknya pun memiliki program untuk membentengi anak dan remaja dari potensi menjadi korban salah satunya lewat Setangkai atau Sekolah Tanpa Kendali Gawai. Diharapkan sekolah memberikan pemahaman kepada pelajar dan bersedia mengumpulkan gawai yang dibawa saat masuk ke tempat belajar.
"Saya khawatir dengan nanti masuknya online atau gawai-gawai yang masuk di pedesaan akan mendorong (human trafficking). Namun, saya kira selama ketahanan keluarga itu muncul, setiap anak diberikan bekal yang baik mereka akan ada filter sendiri supaya pada akhirnya mereka akan memilah," tuturnya. (Ant)