Pegawai RSUD Al-Ihsan Bandung Berdemo
BANDUNG - Ratusan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan, Kabupaten Bandung, menggelar aksi unjuk rasa dengan tuntutan peningkatan kesejahteraan bagi para pegawai.
Ketua Forum Ikatan Karyawan RSUD Al-Ihsan, dr. Ahmad Husaeni di RSUD Al-Ihsan, di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, mengatakan ada empat poin tuntutan yang ditujukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena RSUD tersebut berada di bawah ruang lingkup Pemprov Jawa Barat.
"Kami tuntut status kepegawaian yang sekarang belum pasti, kedua sistem penggajian yang belum berpihak dan masih terasa janggal, pesangon yang belum dicairkan kepada saudara kami yang purna bakti, transparansi open bidding agar segera direalisasikan direktur definitif," kata Ahmad pada Senin (4/11).
Dengan adanya aksi tersebut, masyarakat sempat tidak terlayani karena pegawai RSUD yang bekerja tidak ada di tempat pelayanan. Sebagian dari ratusan masyarakat yang mengantre tersebut memilih pulang. Tapi masih ada yang menunggu dan berharap pelayanan kembali dibuka.
Menurut Ahmad, aksi tersebut melibatkan seluruh pegawai dan karyawan RSUD. Namun hanya perawat di ruang ICU yang tidak ikut aksi.
"Perawat yang di ruangan ICU mau turun, tapi kami tahan. Tapi kalau perawat rawat jalan (ikut aksi) kami sudah kompromi dengan keluarga pasien. Semoga aksi hari ini memberikan dampak yang baik buat kita," kata Ahmad.
Sementara itu, Plt Dirut RSUD Al-Ihsan, dr. Undang Komarudin, mengakui dari total jumlah karyawan RSUD Al-Ihsan sekitar 998 orang, terdapat karyawan non-PNS yang mencapai sekitar 910.
"Jadi ada hampir 96 persen karyawan non-PNS," kata Undang terkait keluhan soal status kepegawaian.
Terkait tuntutan yang dilayangkan ratusan karyawan kepada manajemen, pihaknya tidak dapat berbuat banyak, karena jabatannya saat ini masih berstatus pelaksana tugas (Plt).
"Tuntutan yang sudah saya dapatkan, pertama soal status kepegawaian jelas-jelas kebijakan bukan kebijakan kami. Kebetulan jadi Plt sejak Februari tanggal 7, sampai sekarang belum ada yang menggantikan. Sedangkan Plt ada keterbatasan, kami tidak boleh melaksanakan kebijakan strategis," jelas Undang. (Ant).