Sidang Perdana Meikarta, Begini Lobi Pengembang ke Pemkab Bekasi
BANDUNG - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya praktik lobi untuk memuluskan penyesuaian Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dari pengembang Meikarta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Jaksa pada KPK I Wayan Riyana dalam persidangan mengatakan, salah seoarang karyawan PT Lippo Cikarang Edi Satriadi menjanjikan uang kepada Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jamaludin sebesar Rp2,5 miliar. Uang panas tersebut diduga untuk menyesuaikan RDTR proyek Meikarta.
"Sehubungan dengan penyesuaian RDTR, Edi Dwi Soesianto (Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang) bersama-sama dengan Satriadi (karyawan PT Lippo Cikarang) datang menemui Jamaludin yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman dengan tujuan membicarakan pembangunan urban home dan superblock proyek Meikarta," kata I Wayan di Bandung, Rabu (19/12).
RDTR itu dibuat berdasarkan penyesuaian Wilayah Pengembangan (WP) pembangunan proyek Meikarta yang berlokasi di Desa Cibatu. WP I Kecamatan Cikarang Selatan dan WP II di Kecamatan Cikarang Pusat.
Pada akhir 2016, Edi dan Satriadi menyerahkan uang kepada Jamaludin Rp1 miliar. Dari uang tersebut diberikan kepada Satriadi Rp100 juta dan kepada Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi Rp400 juta.
Pada April 2017, Edi dan Satriadi kembali menyerahkan uang kepada Jamaludin sebesar Rp1 miliar untuk proses penandatanganan persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi. "Jamaludin kemudian memberikan uang Rp100 juta kepada Satriadi dan uang sejumlah Rp400 juta kepada Neneng Rahmi Nurlaili yang kemudian uang tersebut diserahkan kepada Bupati Neneng Hasanah di rumah pribadinya," ungkapnya.
RDTR untuk WP I dan WP IV kemudian diajukan Pemkab Bekasi ke DPRD Kabupaten Bekasi dan disahkan Mei 2017. Sementara WP II dan WP III diajukan dan disahkan Juli 2017.
RDTR Kabupaten Bekasi yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan proyek Meikarta itu diajukan ke Gubernur Jawa Barat saat itu Ahmad Heryawan (Aher) untuk disetujui. Namun, pengajuan WP I hingga IV ditunda dalam rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKPRD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang dipimpin Deddy Mizwar.
Deddy meminta penjelasan kepada Neneng terkait lokasi Meikarta. Setelah mendapat penjelasan, Deddy kembali meminta penjelasan terkait perizinan pembangunan.
"Neneng Hasanah menjawab sudah dikeluarkan IPPT (Izin peruntukan penggunaan tanah) untuk proyek Meikarta kepada PT Lippo Cikarang seluas 84,6 hektar. Sementara sisanya 380 hektar diserahkan kepada Pemprov Jabar karena harus mendapatkan persejutuan," ungkapnya.
Deddy pun meminta agar semua perizinan dihentikan terlebih dahulu sebelum ada rekomendasi dari gubernur Jabar. Atas permintaan itu, Pemkab Bekasi sepakat akan menghentikan sementara proyek pembangunan Meikarta.
Berawal dari penghentian sementara pembangunan, Henry Jasmen P Sitohang selaku konsultan perizinan proyek Meikarta dihubungi Josep Christopher Mailool.
Josep merupakan keponakan dari Billy Sindoro yang merupakan terdakwa dalam kasus tersebut. Josep menawarkan pekerjaan pengurusan perizinan pembangunan proyek Meikarta yang belum selesai ke Henry.
Henry lalu mengajak rekannya Fitradjaja Purnama dan Taryudi (Konsultan Lippo Group). Henry dan Fitradjaja bertemu Billy Sindoro, Edi dan Bartholomeus Toto selaku Presiden Direktur PT Lippo Cikarang.
"Saat itu terdakwa (Billy Sindoro) menyampaikan kepada Fitradjaja Purnama, Ya sudah mas, tolong dikawal ya," ujar jaksa.
Setelah itu jaksa menyebutkan, ada rapat di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri) yang memutuskan perizinan Meikarta tetap harus melalui rekomendasi gubernur Jabar. Henry, Fitradjaja, dan Taryudi kemudian memberikan uang ke Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jabar Yani Firman 90.000 dolar Singapura. Uang itu dimaksudkan untuk mempercepat proses penerbitan Rekomendasi Dengan Catatan (RDC) dari Pemprov Jabar.
Setelah itu, Gubernur Aher mengeluarkan keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi kepada Kepala Dinas DMPTSP Provinsi Jabar.
"Dinas DMPTSP Provinsi Jabar mengeluarkan surat yang ditujukan kepada bupati Bekasi perihal pemberian rekomendasi pembangunan Meikarta. Dapat dilakukan dengan catatan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti oleh Pemkab Bekasi," tuturnya.
Usai mendapat RDC dari Pemprov Jabar, Fitradjadja dan Hendry melaporkannya ke Billy Sindoro termasuk rencana pemberian uang kepada dinas-dinas terkait dan kepada Neneng Hasanah. Billy kemudian meminta Fitradjadja membuat indeks jumlah kebutuhan uang yang akan diberikan.
"Indeks tersebut dibuat dalam bentuk skala 1 sampai 4 terkait penyusunan RDTR dan perizinan lain. Indeks tersebut berupa kualifikasi kuantitas yang dirumuskan dengan semakin banyak pekerjaan maka akan semakin besar indeks serta uang yang akan diberikan," ucapnya. (Ant)