Vaksin Polio jadi Pesanan Tertinggi ke Bio Farma
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) RI, Bambang Brodjonegoro, mengatakan permintaan tertinggi untuk vaksin dan serum di PT Bio Farma Persero, saat ini didominasi oleh polio.
"Saya tidak tahu hal ini mengejutkan atau tidak, namun permintaan tertinggi adalah untuk polio," kata Bambang saat menerima kunjungan tim peneliti Malaysian Society of Neurosciences (MSN) and Ind Neuroscience Institute (INI) Research Collaboration di Jakarta, Jumat (13/12).
Polio atau disebut juga dengan poliomyelitis merupakan penyakit menular, yang disebabkan oleh infeksi virus di mana hal itu dapat menyerang sistem saraf pusat.
Ia menjelaskan, bahaya penyakit polio itu menyebabkannya menjadi salah satu jenis penyakit yang benar-benar harus diberantas. Namun, apa pun langkah yang telah dilakukan tetap saja virus itu masih ada.
Tidak hanya di Indonesia, berdasarkan ekspedisi oleh PT Bio Farma Persero -- yang berpusat di Kota Bandung -- diketahui bahwa wabah yang sama juga ditemukan di wilayah lain Asia Tenggara, khususnya Filipina.
"Ini cukup mengejutkan karena kami pikir virus itu hanya ada di Indonesia saja, ternyata juga ada di Filipina," ujarnya.
Terkait banyaknya kasus polio ditemukan, ia mengatakan hal itu menjadi salah satu alasan pula kenapa instansi atau lembaga terkait, menempatkan isu dan permasalahan di bidang kesehatan menjadi salah satu prioritas nasional.
Termasuk pula dengan masih beragamnya penyakit lain seperti kanker, stroke dan sebagainya.
"Permasalahan ini akan digali dalam keilmuan tertentu khususnya neurosciences atau ilmu saraf. Sebab, ini berkaitan dengan bagian terpenting dalam tubuh kita," katanya.
Dalam rangka mendukung hal itu, pemerintah juga mendirikan atau menyediakan lembaga nasional untuk penelitian dan inovasi, yang bertujuan memperoleh kegiatan-kegiatan penelitian dan inovasi terintegrasi.
Integrasi itu, ujarnya, berarti walaupun kita memiliki banyak talenta terbaik dari universitas-universitas di Tanah Air, termasuk dalam kajian ilmu saraf. Tapi, Indonesia harus terus menggali potensi dari luar universitas, termasuk berbagai lembaga atau laboratorium penelitian.
"Jadi nanti ada sinergi dan kolaborasi penelitian. Jika perlu, tentukan pula tujuan objektif dari setiap kolaborasi setidaknya terkait hal-hal yang akan diteliti dan dihasilkan baik itu satu, dua atau lima tahun ke depan sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan," pungkasnya. (Ant).