Wagub Uu: Masyarakat Kalau Menemukan ODGJ Harus Peduli
BANDUNG - Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (RSJ Jabar), Elly Marliyani, mengatakan jumlah kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan. Serta, IGD dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan dan menurun di tahun 2019.
Ditemui seusai Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day ke-27 Tingkat Provinsi Jabar, Elly mengatakan pada tahun 2014 pasien rawat inap, rawat jalan, dan IGD di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar berjumlah 47.757 orang. Berikutnya berjumlah 48.967 orang (pada tahun 2015), 53.930 orang (pada tahun 2016), 59.455 orang (pada tahun 2017), 59.122 orang (pada tahun 2018).
"Tren pasien rawat inap lima tahun terakhir memang naik dan tahun 2019 yakni hingga September kemarin itu turun. Jumlah pasien rawat inap di kami sampai September 2019 sebanyak 41.194 orang," kata Elly di Bandung, Rabu (23/10).
Melalui momentum Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Elly berharap dapat mempromosikan pelayanan kesehatan jiwa yang berbasis pemulihan. Juga menurunkan cap buruk dan diskriminasi masyarakat terhadap ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan ODMK (orang dengan masalah kejiwaan).
"Sehingga mereka dapat hidup produktif di masyarakat sesuai potensinya," kata Elly.
Di tempat yang sama, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, meminta masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap ODGJ.
Ia mengatakan, jika menemukan orang yang terindikasi gangguan jiwa, masyarakat diharapkan tidak membiarkannya apalagi mendiskriminasi.
Tetapi, masyarakat setidaknya bisa melaporkan kondisi orang tersebut kepada pihak terkait.
"Masyarakat kalau menemukan ODGJ harus peduli, jangan mengacuhkan apalagi ditertawakan, minimal laporkan kepada kami," kata Uu di Lapangan Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
Penderita Gangguan Jiwa Tak Boleh Diusir dari Rumah
Selain itu, Uu berpesan agar keluarga yang anggotanya memiliki gangguan jiwa tidak malu, dan diimbau membawanya ke rumah sakit jiwa untuk direhabilitasi.
Uu pun tak ingin ada kasus anggota keluarga diusir dari rumah, hingga kemudian tidak terurus di jalanan.
"Itu tidak solutif, jangan malu untuk direhabilitasi atau kalau memungkinkan bisa diurus sendiri, karena kami juga memiliki keterbatasan tapi kalau dilakukan bersama-sama tentu akan lebih baik," ujar Uu.
Untuk menekan angka gangguan jiwa, Uu menambahkan bahwa tindakan preventif harus dilakukan. Salah satunya dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Uu meyakini, bila iman dan takwa sudah kuat maka masalah yang menimpa tidak akan sampai mengganggu kejiwaannya. "Upaya Pemdaprov Jabar menekan angka gangguan kejiwaan juga ada pada program-program yang sifatnya kemasyarakatan," kata Uu.
Dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Tingkat Provinsi Jabar kali ini, Uu sekaligus merilis Kampung Walagri (Wahana Layanan ODGJ Mandiri) dan Crisis Center pelayanan kesehatan jiwa, yang ada di Rumah Sakit Jiwa Cisarua dan klinik utama Graha Atma Bandung.
Menurut Uu, kehadiran Kampung Walagri adalah salah satu cara untuk mempercepat rehabilitasi, sekaligus menciptakan rehabilitan yang produktif.
"Sehingga saat keluar dari tempat rehabilitasi selain sehat juga memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan hidup. Karena di Kampung Walagri ini mereka juga diberi keahlian kewirausahaan," tutur Uu.
Sementara, layanan Crisis Center Pelayanan Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jabar di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, dengan hotline service di nomor 022 27012 119. Juga di satuan pelayanan klinik utama Grha Atma, Jalan Riau 11 Kota Bandung dengan hotline service di nomor 022 20509 119.
Pos tersebut merupakan respon, terhadap adanya persoalan masalah kejiwaan, yang terjadi pada masyarakat.
Misalnya kebutuhan ‘cepat tanggap’ terhadap penderita dengan risiko bunuh diri sangat diperlukan. Tujuannya, agar penderita dapat dicegah dari tindakan bunuh diri dan segera mendapat pendampingan secara intensif. (Ant).