66,6% Warga Indonesia Jadi korban Penipuan Digital
Sleman, Jurnal Jabar – Riset yang dilakukan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan sebanyak 66,6% warga Indonesia menjadi korban penipuan digital. Informasi ini didapat berdasarkan hasil riset bertajuk “Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi”.
"Hasil riset menunjukkan 66,6% dari mereka (1.132 orang dari 1.700 responden) pernah menjadi korban penipuan digital dengan penipuan berkedok hadiah, 36,9% melalui jaringan seluler sebagai modus yang paling banyak memakan korban," kata Ketua Tim Peneliti CfDS UGM, Novi Kurnia dalam webinar yang diikuti Jurnaljabar.id pada Rabu (24/8).
Novi menjelaskan, berdasarkan hasil riset terdapat 15 modus penipuan digital. Selain penipuan berkedok hadiah, beberapa di antaranya yakni pinjaman online ilegal, pengiriman tautan berisi virus, serta penipuan berkedok krisis keluarga. Ia menambahkan, pesan penipuan berkedok hadiah sering kali disampaikan secara massal.
“Pesan penipuan berkedok hadiah cenderung disampaikan secara massal. Selain itu, rendahnya kemampuan ekonomi calon korban menjadi celah penipu untuk melancarkan aksinya, dan modus pesan penipuan digital ini dapat terus berkembang,” jelasnya.
Menurut Novi, hasil riset menunjukkan terdapat 8 medium penipuan digital. Ia menegaskan, masing-masing medium memiliki karakter jenis pesan penipuan yang berbeda.
Novi merinci, medium-medium tersebut yakni jaringan seluler seperti SMS/telepon 64,1%, media sosial 12,3%, aplikasi chat 9,1%, dan situs web 8,9%, surel 3,8%, lokapasar 0,8%, game 0,5%, dan dompet elektronik 0,4%.
Selain itu, Novi menyampaikan, lebih dari separuh responden yang menjadi korban penipuan digital menyatakan tidak mengalami kerugian dengan alasan telah mengikhlaskan penipuan tersebut sebagai bagian dari cobaan.
"Alasan korban menyatakan hal tersebut adalah mereka telah mengikhlaskan peristiwa itu sebagai bagian dari cobaan atau perjalanan hidup. Di samping itu, sebagian responden juga melihat kerugian dari aspek finansial saja," sambungnya.
Selain kerugian uang 15,2%, responden juga mengalami kerugian waktu 12%, perasaan seperti malu, sedih, kecewa, takut dan trauma 8,4%, kebocoran data pribadi 8,3%, kerugian barang 4,2%, lainnya 1,2%, dan kerugian fisik sebesar 0,3%.
Lebih lanjut, hanya 1,8% korban yang melaporkan penipuan digital yang dialaminya kepada kepolisian. Sementara 48,3% korban memilih untuk menceritakan kepada keluarga atau teman. Sementara ada yang tidak melakukan apa-apa 37,9%, kemudian menceritakan kepada warganet 5,3%, serta melaporkan pada media sosial atau platform digital lainnya sebanyak 5%.
Selanjutnya dari sisi penanganan, sebanyak 70,5% responden menganggap penipu harus diberi hukuman setimpal dan memberikan kompensasi bagi korban. Novi meminta seluruh pemangku kepentingan dapat bersinergi untuk menjawab harapan masyarakat agar terhindar dari penipuan digital.
"Seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat melakukan kolaborasi dan sinergi untuk menjawab harapan dan kebutuhan masyarakat agar terhindar dari penipuan digital," tandas Novi.