Bau Gibran di Format Debat KPU
Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus sesi debat calon wakil presiden (cawapres) menuai banjir kritik. KPU dinilai sedang berupaya mengakomodasi keinginan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kini jadi pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Deputi hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo–Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) Todung Mulya Lubis meminta agar KPU kembali ke format debat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Menurut Todung, KPU menghilangkan kesempatan publik untuk menilai secara utuh kualitas para cawapres.
“Di sini, wakil presiden bukan semata-mata ban serep. Wakil presiden adalah pemimpin. Terus terang, saya menyayangkan kalau KPU memutuskan debat antar cawapres ditiadakan,” ujar Todung dalam keterangan pers, Sabtu (2/12).
Kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) pun serupa. Co-Captain Timnas AMIN, Nihayatul Wafiroh menyebut KPU memutuskan format debat baru secara sepihak. Tim pemenangan masing-masing paslon tak diajak untuk diskusi.
"Padahal, usulan kami bisa dibuka, usulan kami jelas seperti apa, bahwa ada debat berpasangan ada debat khusus capres atau cawapres sendiri-sendiri,” ucap Nihayatul.
Wacana mengubah format debat kali pertama diungkap Ketua KPU Hasyim Asy'ari usai Rapat Koordinasi Persiapan Debat Pasangan Capres-Cawapres Tahun 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (30/11). Menurut Hasyim, KPU memutuskan lima debat di Pilpres 2024 akan dihadiri secara bersamaan oleh pasangan capres-cawapres.
Artinya, tidak ada putaran debat secara terpisah yang khusus hanya dihadiri capres atau cawapres seperti pada Pilpres 2019. "Sehingga publik makin yakin dengan penampilan mereka pada saat debat," kata Hasyim kepada pewarta.
Dalam tiga debat, para capres bakal diberikan porsi bicara lebih besar ketimbang cawapres. Di dua debat lainnya, para cawapres bakal lebih banyak beradu gagasan. Pada debat sesi cawapres itu, para capres didesain untuk lebih irit bicara.
Usai dihujani kritik keras, belakangan Hasyim merevisi pernyataannya. Ia berdalih KPU masih merampungkan format debat yang ideal. Debat capres-cawapres bakal didesain sebagaimana isi Pasal 277 ayat (1) UU Pemilu.
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan rencana KPU mengubah format debat patut dipertanyakan. Apalagi, keputusan itu dirilis hanya kurang dari dua pekan sebelum debat perdana digelar.
"Potret ini memperlihatkan pemilu kita benar benar dalam kondisi kritis. Nalar kewarasan dan akal sehat demokrasi sedang diuji. Indikasi untuk melindungi salah satu cawapres memang tidak mudah dibuktikan, tetapi sinyal ini sangat terasa mengarah ke mana," ujar Neni, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Neni menganggap wajar jika KPU akhirnya dianggap sedang melindungi Gibran. Pasalnya, KPU mengubah format debat tanpa berdiskusi dengan para pakar. "Keputusan KPU ini membuat kecurigaan publik karena ada upaya melindungi salah satu paslon," ucap Neni.
Neni berharap KPU mengubah keputusannya dan mengembalikan format debat seperti sedia kala. Menurut dia, debat khusus capres dan cawapres perlu digelar terpisah sehingga publik bisa mengukur kapabilitas masing-masing kandidat lewat gagasan-gagasan dan kemampuan debat mereka.
"Debat ini kan fungsinya mengedukasi publik untuk meraih dukungan dan membentuk opini publik. Kalau yang dihadirkan salah satu saja, seperti tidak komprehensif jadinya. Substansi dan gagasan harus dielaborasi dengan baik sehingga bukan sekedar jadi jargon atau bahasa-bahasa kampanye simbolik saja," tutur dia.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Ade Reza Haryadi mengungkap kritik serupa. Ade menyebut rencana KPU meniadakan sesi debat cawapres merupakan langkah mundur.
"Debat kandidat itu kan kesempatan publik untuk melihat gagasan masing-masing kandidat. Publik berhak diberikan terkait itu," ucap Ade.
Ade sepakat perubahan format debat terkesan menguntungkan Gibran. Sejak dideklarasikan jadi cawapres Oktober lalu, Gibran rutin absen di forum-forum debat yang diinisiasi institusi pendidikan dan lembaga pemikir.
Lebih jauh, Ade meminta Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) turun tangan jika format debat diutak-atik KPU hanya untuk mengakomodasi kepentingan paslon tertentu. Ia menyarankan kubu yang dirugikan melaporkan KPU.
"Perlu ada aduan dulu, mungkin dari pihak paslon lain yang memang merasa keberatan dengan debat kandidat ditiadakan. Bila memang kandidat paslon lain merasa ada indikasi KPU melindungi Gibran, misalnya, dan ada bukti ya laporkan saja ke DKPP," kata Ade.