Biaya Pemindahan Ibukota Baru Capai Rp30,6 Triliun
JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengestimasi biaya pemindahan ibukota negara dari APBN mencapai Rp30,6 triliun untuk jangka waktu beberapa tahun (multi years).
"Dari total biaya 466 triliun, APBN yang dibutuhkan kira-kira hanya Rp30,6 triliun. Dari Rp30,6 triliun pun, ini bukan anggaran setahun, lima tahun lah misalkan, dibagi lima Rp6 triliun setahun," urai Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat diskusi pemindahan ibukota negara di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (16/5).
Menurut Bambang, jumlah tersebut relatif kecil dibandingkan total APBN untuk 2020 mendatang yang mencapai Rp2.500 triliun. Selain itu, alokasi anggaran untuk pemindahan ibukota negara juga tidak sepenuhnya diambil dari rupiah murni alias tidak akan mengganggu prioritas kementerian/lembaga ataupun prioritas daerah.
"Kenapa? karena kita juga akan mendayagunakan "asset management", maksudnya aset yang dikuasai oleh pemerintah pusat baik di wilayah ibukota baru maupun di Jakarta. Maka pemasukannya jadi PNBP, PNBP jadi bagian dari APBN. Itu yang kemudian kita 'earmark' untuk bangun ibukota baru," ujar Bambang.
"Earmark" sendiri merupakan kebijakan pemerintah dalam menggunakan anggaran yang sumber penerimaan maupun program pengeluarannya akan secara spesifik ditentukan peruntukannya.
"Jadi artinya membangun ibukota baru, tidak akan mengganggu prioritas lainnya. Kalau orang bilang ngapain sih bangun ibukota baru, padahal masih ada kemiskinan segala macam. Kita tidak akan ganggu kok, kita akan cari sumber spesifik dari APBN, yaitu melalui "earmark" PNBP, melalui manajemen aset," jelas Bambang.
Berdasarkan estimasi yang disusun Bappenas, biaya dari APBN Rp30,6 triliun akan digunakan untuk membangun istana negara dan bangunan strategis TNI/Polri selaku fungsi utama, ruang terbuka hijau selaku fungsi penunjang, dan untuk pengadaan lahan.
Selain dari APBN, untuk memenuhi total pembiayaan pemindahan ibukota negara senilai Rp466 triliun, sumber pembiayaan lainnya yaitu dari skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) senilai Rp340,6 triliun dan dari swasta senilai Rp95 triliun.
Dana dari KPBU akan digunakan untuk pembangunan gedung legislatif, gedung eksekutif, gedung yudikatif, rumah dinas (bertingkat dan rumah tapak ASN dan TNI/Polri), sarana pendidikan (SD,SMP, dan SMA), sarana kesehatan, lembaga pemasyarakatan, dan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, telekomunikasi, air minum, drainase, pengolah limbah, dan sarana olahraga. Sedangkan dana dari swasta akan digunakan untuk membangun sarana pendidikan (perguruan tinggi) dan sarana kesehatan.
"Jadi mayoritas kita bekerjasama dengan swasta dan BUMN, APBN hanya sebagai 'trigger'. Itupun akan kita dayagunakan aset yang ada," tandas Bambang. (Ant).