BPK Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi LPEI
Jakarta, Jurnal Jabar - Kejaksaan Agung (Kejagung) berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung kerugian negara kasus dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi, mengatakan penyidik sudah memberikan data yang diperlukan dalam penghitungan kerugian negara dugaan korupsi LPEI.
“Sudah, kami terus berkoordinasi. Proses penghitungan kan butuh data-data hasil progres kami. Makanya itu terus berprogres,” kata Supardi, Selasa (14/9/2021) malam, dilansir dari laman alinea.id.
Supardi menjelaskan, setidaknya ada 10 klaster dugaan tindak pidana korupsi di dalam LPEI. Sehingga penyidik membutuhkan waktu memeriksa banyak pihak terkait.
“Ini klaster (korupsinya) banyak. Satu klaster aja kami harus memeriksa 12 perusahaan,” sambungnya.
Kejagung sudah memeriksa saksi terhadap Kepala Divisi Kepatuhan LPEI, Dendi Wahyu Kusuma Wardhana, Relationship Manager (RM) pada Divisi Pembiayaan Bisnis I periode 2017, Irvansyah Setiyadi dan Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI periode 2010-2013, Kukuh Wirawan selaku.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kepala Divisi Pembiayaan Bisnis I LPEI periode 2018, Anton Happy dan Kepala Departemen pada Divisi Pembiayaan Bisnis I LPEI periode 2012-2016, Indra Ayuni Saraswati Seluruhnya diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada Debitur di LPEI.
Sebagai informasi, penyidikan dugaan tindak pidana korupsi LPEI dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 24 Juni 2021. Hingga hari ini, total 20 saksi diperiksa.
LPEI diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, dan PT Kemilau Kemas Timur. Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi kolektibilitas 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019.
LPEI di dalam penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional kepada para debitur (perusahaan penerima pembiayaan) diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/ non performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39%.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Jumlah kerugian tersebut penyebabnya dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).