Hilirisasi Nikel Masih Setengah Hati, DPR Minta Dikoreksi Total
Nasional- Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengkritik kebijakan hilirisasi nikel Presiden Joko Widodo saat ini masih setengah hati. Sebab pengembangan diversifikasi produk nikel masih sebatas industri pemurnian tambang/mineral (smeltel) yang hanya menghasilkan produk setengah jadi untuk keperluan industrialisasi di China.
Mulyanto mengatakan negara sudah banyak berkorban untuk program hilirisasi nikel melalui pelarangan ekspor bijih nikel, meskipun harga nikel internasional sedang tinggi. Ditambah Pemerintah juga membebaskan Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk industri smelter.
"Di semester I tahun 2021, harga nikel internasional mengacu pada SMM (Shanghai Metal Market) sebesar 79,61 dolar AS per ton. Sedangkan harga nikel domestik mengacu pada HPM (harga pokok mineral) hanya 38,19 dolar AS per ton. Kurang dari setengahnya," jelas Mulyanto, Kamis (14/10) dilansir dari dpr.go.id.
Akibatnya, lanjut Mulyanto, penerimaan negara dari royalti nikel rendah, belum lagi pendapatan negara dari pajak ekspor bijih nikel menjadi 'nol'. Dengan kondisi seperti ini, ia menilai pemerintah terlalu memanjakan pengusaha smelter dengan harga bijih nikel yang kurang dari separo harga internasional dan 'nol' persen PPh badan.
Ia meminta kebijakan hilirisasi nikel dikoreksi total karena tidak menguntungkan bagi negara dan hanya menguntungkan pengusaha serta industri asing.
"Evaluasi HPM, dan pph badan untuk industri smelter perlu dipertimbangkan Pemerintah secara serius. National interest kita yang utama. Kita bukan supporter bagi program industrialisasi China," pungkasnya.