Kemenkes: Antigen Jawa-Bali Maksimal Rp90 Ribu

Kemenkes: Antigen Jawa-Bali Maksimal Rp90 Ribu Foto: Freepik.com

Jakarta – Kementerian Kesehatan memangkas tarif pemeriksaan Rapid Test Diagnostic Antigen (Tes Antigen) menjadi Rp99.000 untuk Jawa-Bali dan Rp109.000 luar Jawa-Bali. Ketentuan ini tercantum dalam dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK 02.02/I/3065/2021 tentang Batasan Tarif Tertinggi Tes Antigen yang berlaku sejak 1 September 2021.

Direktur Jenderal (Ditjen) Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, mengatakan, penurunan tarif Tes Antigen sudah berdasarkan hasil evaluasi dan kesepakatan bersama.

“Dari hasil evaluasi, kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RDT-Ag diturunkan menjadi Rp99 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp109 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali,” ujar Abdul Kadir, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Kamis (2/9).

Abdul menjelaskan, besaran tarif tertinggi ini hanya berlaku untuk masyarakat yang melakukan Tes Antigen atas permintaan sendiri/mandiri. Tarif ini tidak berlaku untuk kegiatan contact tracing atau rujukan kasus ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapat bantuan Pemerintah.

Penetapan harga terbaru ini berlaku di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang menyediakan Tes Antigen. Abdul meminta dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap pemberlakuan aturan ini.

“Kami minta agar semua fasilitas pelayanan kesehatan berupa rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pelayanan kesehatan pemeriksa lainnya dapat mematuhi batasan tarif tertinggi Tes Antigen tersebut,” tegasnya.

Senada dengan Abdul Kadir, Direktur Pengawasan Bidang Pertahanan dan Keamanan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Faisal, mengatakan penetapan batas tarif Tes Antigen berdasarkan hasil evaluasi pemerintah dengan berbagai pertimbangan. Aspek yang dipertimbangkan yakni komponen jasa pelayanan atau SDM, reagen dan bahan habis pakai, biaya administrasi, serta komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

“Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, untuk dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan dalam menetapkan langkah kebijakan lebih lanjut,” pungkasnya.