Kementan Genjot Program Unggulan Perkebunan
Kementerian Pertanian lewat Direktorat Jenderal Perkebunan terus menggenjot pelaksanaan program unggulan di subsektor perkebunan. Program ini dimulai sejak 2020 hingga 2024.
Enam program itu mencakup korporasi perkebunan; produksi benih 20 juta batang; pengembangan kawasan kopi, kelapa, jambu mete dan kakao; pengembangan sagu hulu hilir berbasis korporasi; pengembangan gula non-tebu; dan pengembangan kopi Komandan.
Menurut Sekretaris Ditjen Perkebunan Heru Tri Widarto, salah satu program yang diminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo adalah mengembangkan brand kopi Indonesia, yaitu Kopi Komandan. Kopi ini diracik khas dengan campuran cokelat, kopi serta gula aren.
"Setiap Pak Menteri mampir ke Coffee Bun, kita sediakan Kopi Komandan yang disajikan oleh barista kita. Ayo para petani kopi milenial yang ingin mengembangkan kopi daerah masing-masing, kami bantu mulai dari hulunya, mulai dari benihnya," kata Heru belum lama ini.
Pengembangan kawasan kopi, kelapa, jambu mete, dan kakao akan dieksekusi lewat peremajaan. Tanaman perkebunan itu sebagian besar sudah tua dan perlu peremajaan. Dengan peremajaan, jelas Heru, tanaman lama yang kurang produktif akan menjadi produktif kembali.
Untuk mendukung itu, jelas Heru, produksi benih juga masuk program prioritas. Pihaknya akan berkolaborasi dan bersinergi dengan penangkar benih. "Kita juga kolaborasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk Program Gratieks (Gerakan Ekspor Tiga Kali Lipat)," tutur Heru.
Ihwal gula konsumsi yang sebagian masih impor, jelas Heru, bisa dilakukan substitusi dengan alternatif gula yang lebih menyehatkan. Ini dapat dikembangkan di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia.
Pengembangan gula non-tebu diarahkan untuk substitusi gula yang lebih sehat, seperti gula aren, gula semut, gula dari lontar dan stevia. Di wilayah timur Indonesia, kata dia, terdapat banyak lontar yang bisa dijadikan gula. Gula kepala juga permintaannya tinggi dari mancanegara.
Ia menyebut salah satu produsen gula aren di Provinsi Banten yang mengekspor produknya ke luar negeri. "Di wilayah selatan Jawa juga terbentuk desa produksi gula kelapa organik, seperti di Kebumen. Mereka juga mengekspor produknya," kata Heru.