Koalisi HATI Desak Pemerintah Hapus Hukuman Mati
Jakarta, Jurnal Jabar – Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mendesak pemerintah menghapus hukuman mati. Desakan ini bertepatan dengan Hari Anti Hukuman Mati yang jatuh setiap 10 Oktober. Koalisi mendesak Pemerintah dan DPR dapat merevisi Undang-Undang yang berhubungan dengan grasi dan hukum pidana mati.
“Pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang No.5 Tahun 2010 tentang Grasi, khususnya terkait batas waktu permohonan grasi dalam kasus terpidana mati, yang tidak boleh dibatasi oleh waktu sebagaimana yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 107/PUU-XII/2015,” desak Koalisi HATI di laman Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Senin (11/10).
Koalisi prihatin, di tengah pandemi Covid-19, pengadilan Indonesia justru menjatuhkan hukuman mati melalui sidang secara daring. Menurut Koalisi, Pemerintah Indonesia mesti membatalkan semua rencana eksekusi mati secepatnya.
“Pemerintah membatalkan semua rencana eksekusi mati pada masa yang akan datang dan secepatnya memberlakukan moratorium hukuman mati serta menghapus pidana yang terindikasi adanya praktik peradilan yang tidak adil (unfair trial),” tulis Koalisi Hati.
PBHI mencatat, hanya sedikit negara yang masih menjatuhkan vonis mati dan melakukan eksekusi terhadap terpidana. Saat ini, ada 108 negara yang tidak menjalankan vonis hukuman mati, baik karena dihapus maupun sudah menjalankan moratorium hukuman mati.
Koalisi memandang pemerintah tidak berkomitmen dalam melindungi hak hidup warga negaranya. Padahal, Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB 2020-2022.
“Alih-alih menerima rekomendasi untuk moratorium hukuman mati, dalam perkembangannya, Indonesia juga telah mengubah sikapnya di Majelis Umum PBB dan Dewan HAM PBB terkait moratorium hukuman mati, yang seharusnya menjadi arah kebijakan politik HAM di tingkat nasional,” sambung Koalisi Hati.
Koalisi menyayangkan Indonesia yang masih menggunakan pendekatan canggung dengan menjadikan hukuman mati sebagai hukuman alternatif pada RKUHP.
“Sebagai gantinya, Indonesia masih menggunakan pendekatan canggung dengan menjadikan hukuman mati sebagai hukuman alternatif pada RKUHP,” lanjut Koalisi HATI.
Koalisi menilai, terdakwa masih memiliki kesempatan untuk melakukan pembelaan dan masih jauh dari praktek peradilan yang adil. Hukuman mati tidak pantas untuk diterapkan di Indonesia.
“Mengingat proses hukum dan sistem peradilan di Indonesia yang masih memiliki banyak problematika serius seperti maraknya peradilan sesat, korupsi, praktik kekerasan, salah tangkap, minimnya akses bantuan hukum yang berkualitas, hingga masalah transparansi,” pungkas Koalisi HATI.
Lebih lanjut Koalisi menjelaskan, Jika menilik angka-angka yang terjadi di lapangan, penerapan hukuman mati, tidak membantu mengurangi angka kejahatan. Bahkan, dalam kasus kejahatan terorisme, hukuman mati merupakan tujuan dari teroris itu sendiri karena dianggap melakukan jihad.