Kuasa Hukum BPN: Terjadi 'Abuse of Power' oleh Petahana
JAKARTA - Jumat (14/6) pagi pukul 09.45 WIB telah dimulai sidang pendahuluan atau perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden 2019, yang diajukan oleh pemohon Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana mendapatkan giliran pertama membacakan argumentasi kualitatif dari BPN dalam sidang tersebut. Dalam argumentasi yang ia bacakan, Denny membantah bahwa tautan berita bukan alat bukti dalam sengketa pemilu.
"Ijinkan kami menyampaikan pandangan kami, Tidak tepat dan keliru untuk mengatakan, tautan berita bukanlah alat bukti sebagaimana dalam beberapa waktu terakhir dipropagandakan," kata Denny dalam argumentasi kualitatif yang dibacakannya pada sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Menurut Denny, bukti tautan berita sesuai dengan pasal 36 ayat 1 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam pasal tersebut diungkapkan, alat bukti adalah surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Denny menyampaikan, tautan berita yang dijadikan alat bukti pihaknya berasal dari media-media massa utama, yang tidak diragukan kredibilitasnya seperti Kompas, Tempo, Detik.com, Kumparan, Tirto.id, Republika dan berbagai media massa utama lainnya.
"Kami menyakini isi berita tersebut dan menghormati sistem kerja rekan-rekan media yang melakukan 'check and recheck' (periksa ulang), sebelum mempublikasikan berita tersebut," kata jelas Denny kepada majelis hakim MK yang dipimpin oleh Anwar Usman.
Ia menambahkan, sebagian besar dari tautan itu adalah peristiwa fakta yang tidak dibantah oleh yang diberitakan, sehingga dinilai diakui kebenarannya, dan dapat mempunyai nilai bukti sebagai pengakuan.
Argumentasi 'Abuse of Power' oleh Petahana
Usai Denny membacakannya, kemudian dilanjutkan oleh Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjojanto (BW) membacakan argumentasi kualitatifnya.
Dalam argumentasinya, BW menjelaskan bahwa calon presiden no 01 Joko Widodo, tidak menempatkan diri sebagai calon presiden melainkan sebagai presiden petahana. Sehingga, menurut BW, terjadilah 'abuse of power' sebab petahana memanfaatkan kewenangan kekuasaan yang melekat padanya.
BW mengatakan salah satu contoh 'abuse of power' oleh capres 01 dalam hal ini capres Joko Widodo adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dianggap dapat menguntungkan 01, seperti mempercepat pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan program pemilikan rumah DP 0% bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN).
BW mengatakan hal tersebut sejatinya adalah pemanfaatan kewenangan yang dilakukan oleh capres 01 sehingga akan menguntungkannya. BW mengatakan hal tersebut juga memengaruhi preferensi para ASN dan keluarganya dalam pilpres 2019 untuk memilih 01.
Ia juga menyampaikan pelanggaran lain yang dilakukan oleh capres 01, yaitu ajakan calon presiden petahana Joko Widodo memakai baju putih saat pencoblosan 17 April 2019, menurutnya itu melanggar asas Pemilu yang bebas dan rahasia.
BW saat membacakan permohonannya di depan majelis hakim MK mengungkapkan bahwa beberapa saat sebelum hari pencoblosan, pasangan calon nomor 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin terus gencar dan secara terus menerus berkampanye, agar pendukungnya menggunakan baju putuh dan bahkan menuliskan pesan untuk ramai-ramai untuk memakai baju putih saat datang ke TPS pada 17 April 2019.
"Ajakan dari kontestan pemilu yang demikian, bukan hanya menimbulkan pembelahan terhadap pendukung, tapi nyata-nyata telah melanggar asas rahasia dalam Pilpres," kata BW.
Menurutnya, seharusnya capres 01 yang juga calon presiden petahana paham betul dalam memilih di pemilu dilindungi asas kerahasian, sehingga intruksi memakai baju putih di TPS pada 17 April 2019 jelas melanggar asas rahasia yang ditegaskan dalam pasal 22E ayat 1 UUD 1945.
Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, kata BW, ajakan memakai baju putih itu adalah pelanggaran serius atas asas pemiilu yang bebas karena bisa menimbulkan tekanan psikologis bagi pemilih yang tidak memilih 01.
"Meskipun baru berupa ajakan yang dilakukan oleh calon presiden petahana maka ajakan demikian tentunya mempunyai pengaruh psikologis dan intimidatif yang menganggu kebebasan rakyat dalam pilpres 2019, karenanya melanggar asas pemilu yang bebas," tegasnya.
Mantan pimpinan KPK ini menyebut pelanggaran-pelanggaran pemilu yang bebas tersebut bersifat terstruktur, sistematis dan massif, karena dilakukan langsung oleh capres 01 yang juga calon presiden petahana, di mana petahana sebagai pemegang struktur tertinggi dalam pemerintahan negara Indonesia.
Selain itu juga bersifat sistematis karena matang direncanakan di setiap TPS dan bersifat masif dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.
Sidang Diskors untuk Salat Jumat dan Istirahat
Menjelang pukul 12.00 siang, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman mengatakan sidang sengketa Pilpres 2019 dihentikan sementara waktu (diskors) hingga pukul 13.30 WIB, untuk mempersilakan umat muslim yang hendak menjalankan Salat Jumat dan istirahat makan siang.
"Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB, maka untuk sementara waktu sidang diskors hingga pukul 13.30 WIB," ujar Anwar, di ruang sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Sidang diskors ketika Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto membacakan dalil permohonan berupa argumentasi kualitatif pada poin ke-125.
Sidang yang dimulai tepat pukul 09.00 WIB tersebut tidak dihadiri oleh kedua paslon, namun hanya dihadiri oleh kuasa hukum dari kubu Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf.
Sementara itu pihak Bawaslu diwakili anggota Bawaslu Fritz Siregar, dikarenakan Ketua dan Wakil Ketua Bawaslu masih menyelesaikan sidang pelanggaran administrasi Pemilu 2019.
Sedangkan seluruh komisioner KPU RI hadiri dalam persidangan dan didampingi oleh kuasa hukumnya.
Sidang pendahuluan ini merupakan tahap keenam dari sebelas tahap proses penanganan sengketa hasil Pilpres 2019 di MK. Tahap selanjutnya adalah sidang pemeriksaan perkara yang diagendakan pada 17 Juni hingga 21 Juni.
Selanjutnya adalah Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH), kemudian dilanjutkan dengan sidang pengucapan putusan. Sidang pengucapan putusan untuk perkara Pemilu Presiden 2019 diagendakan digelar pada 28 Juni. Tahap terakhir adalah penyerahan salinan putusan dan pemuatan dalam laman MK. (Ant).