Partai Gelora: Reformasi KPK harus berlanjut
Salah satu poin revisi dalam Undang-Undang KPK adalah Lembaga Antirasuah masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Karena itu diharapkan penguatan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dari Pemerintah pusat hingga daerah bisa lebih optimal.
Demikian disampaikan Sekjen Partai Gelora Indonesia Mahfudz Siddiq dalam Webinar Series Moya Institute "Ujung Perjalanan Kelompok 51 KPK", Jumat (7/9) sore.
Mahfudz menyebutkan, dalam posisi KPK hari ini sudah ditarik atau diklasifikasikan dalam rumpun eksekutif, maka seharusnya, upaya mereformasi KPK tetap harus berlanjut. Dimana KPK sebagai bagian rumpun eksekutif, harus jadi instrumen penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance) dari pusat hingga daerah.
"Sebagai perbandingan, misalnya sudah lama usianya, kita punya BPKP. BPKP ini kan suatu lembaga non-Kementerian yang ada dalam rumpun eksekutif yang tugasnya melakukan audit di tahap awal, lalu kemudian melakukan konsultansi, asistensi, juga melakukan evaluasi bahkan diklat, agar aparatur pemerintahan birokrasi di pusat sampai daerah, itu kemudian mampu menjalankan prinsip-prinsip akuntabilitas dan good governance, terutama di dalam pengelolaan keuangan negara," urainya.
Tetapi kemudian, lanjut Mahfudz, hasil dari kerja BPKP ini, itu sepenuhnya diserahkan kepada Presiden, untuk Presiden membuat langkah-langkah pembenahan dan koreksi.
"Jadi dia tidak punya kewenangan secara hukum. Saya kira KPK yang dibutuhkan kalau dia ada di dalam rumpun eksekutif, kira-kira seperti BPKP dalam bentuk lain. Kalau ini yang kita dorong terus, pada saat yang sama, kita punya ruang baru, yaitu penguatan lembaga-lembaga penegak hukum dan kita tempatkan reformasi dalam lembaga penegak hukum. Bagaimana kita memperkuat Polri, Kejaksaan dan Peradilan. Karena tidak bisa berjalan secara terpisah," jelas mantan Ketua Fraksi PKS DPR RI tersebut.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menyampaikan, apapun perjuangan pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat berubah status menjadi ASN KPK tentu hak mereka memperjuangkan dengan jalur yang sudah disediakan. Kemudian dari pihak KPK maupun teman-teman yang berbeda pendapat, juga mempunyai hak yang sama.
"Karena itu, kita tentu ingin mencari titik temu dengan mengedepankan etik dan aturan yang ada untuk menyelesaikan polemik yang masih belum usai hingga sekarang," harap Hery.
Pakar Hukum Pidana UI Chudry Sitompul menyebutkan TWK Pegawai KPK sudah ada dasar hukum administrasinya dan ada justifikasi secara sains, dalam hal ini masalah psikologi sosial. Intinya, dari kedua aspek itu tidak ada masalah.
"TWK yang dilakukan BKN kepada Pegawai KPK mengenai moderasi penegak hukum sebagai ASN. Dalam penegakan hukum itu jelas bahwa dia tidak boleh keluar dari rel dan tujuan dari penegakan hukum. Jangan ada tujuan lain," bebernya.
Kita masih ingat ada dua Komisioner KPK terdahulu bermasalah. Pertama kasus hukum, kedua terkait politik, dimana ada ambisi ingin menjadi Pimpinan Nasional. Dalam perjalanannya, kita tidak bisa menafikan fakta bahwa KPK dijadikan kendaaan politik kepentingan tertentu.
Pada kesempatan yang sama, Politisi PDI Perjuangan Kapitra Ampera mengungkapkan, kewenangan KPK yang begitu luas dalam Undang-Undang sebelumnya sehingga tidak ada yang bisa menjamahnya. Menurut dia KPK selama ini begitu powerful sehingga tidak terjamah sama sekali untuk dikoreksi.
"Welcome new KPK. Kita harus mengatakan, selamat datang kepada KPK baru yang lebih memprioritaskan pencegahan daripada penindakan. Yang menempatkan preventive justice menjadi prioritas untuk mencegah kejahatan korupsi.
Selain itu, Kapitra juga berharap karena karyawan KPK sudah menjadi ASN, maka kecintaannya terhadap bangsa dan negara ini serta kepada UU serta kepada Pemerintahan yang sah itu minimal sama dengan kecintaan dari ASN yang lain.
"Kita optimis, KPK ke depan on the track, tidak bertumpu pada orang, tapi bertumpu pada sistem yang dibangun. Kita berharap KPK ke depan lebih profesional, lebih punya daya guna, tidak perlu sensasi, tapi ada isi. Kita tunggu KPK yang baru," tandas Kapitra.