Pelantikan Megawati Jadi Ketua Dewan Pengarah BRIN Rawan Politisasi Riset
Jakarta, Jurnal Jabar – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai pelantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi atau BRIN terlalu dipaksakan. Menurutnya, ditempatkannya Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah rawan politisasi riset.
"Pemerintah memaksakan diri, karena pembangunan riset dan inovasi terpaut jauh dengan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) ini," kata Mulyanto, Rabu (13/10).
Mulyanto menjelaskan, para ahli sudah meminta agar tidak terjadi politisasi riset di dalam BRIN dengan mengangkat dewan pengarah yang secara ex-officio (anggota suatu badan atas dasar menjadi anggota badan lain) diangkat dari Dewan Pengarah BPIP.
"Jurnal sains terkenal Nature, dalam editorial tanggal 8 September 2021 menulis kekhawatiran intervensi politik dalam BRIN, sebagai lembaga baru terpusat (super agency) dengan reorganisasi yang ambisius, namun tidak jelas rencana kinerjanya," tegasnya.
Menurut Mulyanto, saat ini peringkat inovasi Indonesia dalam laporan Global Innovation Index Tahun 2021 (GII) semakin merosot. Tercatat Indonesia hanya berada di atas Laos dan Kamboja di kawasan ASEAN. Kondisi ini juga menjadi alasan pengangkatan Megawati terlalu dipaksakan.
"Bertengger pada peringkat ke-87 dari 132 negara. Dari segi skor terus merosot. Faktor yang terutama lemah adalah aspek kelembagaan (peringkat ke-107). Bahkan di bawah Vietnam dan Brunei. Kita hanya di atas Laos dan Kamboja di kawasan ASEAN," jelasnya.
Lebih lanjut, Mulyanti menyinggung tugas dan fungsi BRIN yang campur aduk sebagai pelaksana sekaligus sebagai penetap kebijakan riset dan inovasi. Bahkan juga menjalankan fungsi penyelenggaraan ketenaganukliran (eks BATAN) serta keantariksaan (eks LAPAN).
"Saya pesimis konsolidasi kelembagaan ini berjalan baik. Saya khawatir pembangunan riset dan inovasi nasional semakin merosot," pungkasnya.