Pendukung Jokowi ditahan karena rasis, bukti hukum tak diskriminatif
Penangkapan Ambroncius Nababan menjadi bukti bahwa pemerintah tidak mentoleransi rasisme. Polisi menentapkan Ketua Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) itu sebagai tersangka terkait dugaan rasisme kepada Natalius Pigai.
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengapresiasi penegakan hukum dugaan rasisme kepada Pigai.
"Negara tidak memberi toleransi isu rasis atau mengandung SARA," kata Indriyanto kepada wartawan, Kamis (28/1).
Hal itu menandakan penegakan hukum berlaku secara equal, tidak diskriminatif, dan tidak mempertimbangkan latar belakang politik. Menurut dia, proses hukum kepada Ambroncius juga bisa meredam tensi publik.
"Proses hukum ini bisa juga dilakukan untuk meredam tensi publik. Tetapi kalau pihak-pihak bersikap bijak dengan pendekatan keadilan restoratif, sebaiknya proses hukum tidak perlu sampai di hadapan proses hukum," tuturnya.
Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengatakan, negara sudah seharusnya tidak memberi tempat bagi isu rasisme. Siapapun yang bersikap rasis, harus diadili.
"Kita tidak boleh mentolerir adanya sikap rasisme dan negara harus bersikap tegas. Hukum dasar atau konstitusi negara kita menganut persamaan di hadapan hukum," kata Masinton.
Ambroncius disangkakan dengan Pasal 45a ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan UU ITE dan juga Pasal 16 Juncto Pasal 4 huruf b ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan juga Pasal 156 KUHP.
Polisi sudah menahan Ambroncius agar tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Sebelum ditahan, Ambroncius sudah meminta maaf kepada warga Papua dan dia menegaskan tidak ada maksud menghina masyarakat Papua.