Pengamat: Negara tak boleh tunduk pada kelompok intoleran
Setiap organisasi, kelompok atau individu masyarakat di Indonesia harus tunduk pada hukum yang berlaku sesuai undang-undang. Jika melawan atau menyimpang dari koridor hukum, maka harus ditindak tegas.
"Kalau mereka masih WNI tentu harus tunduk pada hukum negara. Kalau sudah melawan hukum, menghalangi penegakan hukum, tentu harus ditindak sesuai hukum yang berlaku pula. Tidak ada pengecualiaan," kata Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA), Fadhli Harahab kepada wartawan, Kamis (24/12).
Fadhli menyoroti pergerakan organisasi intoleran dan radikal yang kerap tidak sesuai kaedah hukum. Menurut dia, dalam diri kaum intoleran dan radikal bersemayam fanatisme buta akibat kebodohan dan ketidakpahaman.
"Orang seperti ini mudah terhasut, diagitasi dan diprovokasi untuk melakukan apapun yang mereka anggap benar sekalipun harus menentang hukum," terangnya.
Pada level tertentu, kata dia, kaum intoleran dan radikal rela melakukan aksi terorisme dengan berbagai cara.
"Karena menganggap negara adalah musuh, sekalipun negara itu berideologi Islam, apalagi berideologi selain itu," kata Fadhli.
Sementara itu, pengamat politik yang juga Direktur Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menegaskan bahwa semua organisasi, kelompok maupun individu di negara ini tidak boleh melakukan perbuatan yang melawan hukum. Namun menurut dia, definisi intoleran dan radikal harus diperjelas.
"Memang negara tak boleh tunduk dengan kelompok semacam ini (intoleran dan radikal)," katanya.
edangkan Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner, Emrus Sihombing mengatakan, siapapun kelompok intoleran baik yang eksplisit maupun implisit, harus taat terhadap proses hukum.
"Setiap warga negara, mau dia organisasi apapun harus taat kepada hukum," ujarnya.
Emrus mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum atau menjunjung demokrasi.
"Tidak ada negara demokrasi yang tidak diatur oleh hukum. Hukum itu mengatur tatanan berperilaku. Kalau tidak diatur hukum, menjadi tidak demokrasi," pungkas Emrus.