Pilkada 2020, KPU Depok Ajukan Anggaran Rp64 miliar
DEPOK - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok mulai mempersiapkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, yang digelar pada 23 September 2020.
Salah satu persiapannya yaitu melakukan perencanaan program dan anggaran, untuk pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Setelah sebelumnya mengajukan anggaran Rp64 miliar.
Ketua KPU Kota Depok, Nana Shobarna mengatakan, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada. Menurutnya, saat ini pihaknya sedang melakukan tahapan perencanaan program.
Termasuk perencanaan anggaran yang sedang dibahas dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Depok.
"Anggaran yang kami ajukan sebesar Rp74 miliar. Kemudian diminta untuk efisiensi oleh TAPD menjadi Rp64 miliar. Berdasarkan informasi yang ada, rencananya akan disetujui sebesar Rp60 miliar, tapi kami belum tahu itu benar atau tidak," jelas Nana di Depok, Kamis (19/9).
Ia mengatakan, anggaran yang diajukan tersebut akan digunakan untuk pembiayaan seluruh tahapan Pilkada 2020. Mulai dari awal hingga akhir Pilkada nanti.
Selain itu, kata Nana, pihaknya juga sedang melakukan pembicaraan teknis terkait persiapan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Rencananya, penandatanganan NPHD akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2019.
"Kami berharap dalam tahapan persiapan ini, semua dapat berjalan dengan baik. Termasuk terkait dengan penandatanganan NPHD nanti," ujar Nana.
Sebelumnya, KPU juga telah memastikan bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 digelar pada 23 September. Sehingga tepat setahun sebelumnya akan dilakukan peluncuran pelaksanaan.
"KPU sudah memutuskan Pilkada pada 23 September 2020, maka 23 September 2019 digelar peluncuran pelaksanaannya, dan kami sudah meminta semua pihak terkait memulai tahapan,” kata Ketua KPU Arief Budiman.
KPU juga mengingatkan, pemerintah daerah memerhatikan Naskah Perjanjian Hibah Daerah 9NPHD0, berupa penyediaan anggaran untuk biaya Pilkada 2020.
"Ada dua hal yang harus diperhatikan jika NPHD sudah ditandatangani, yaitu besaran anggaran dan waktu pencairannya," ujar Arief.
Menurut dia, jika besaran anggaran dan waktu pencairannya tidak sesuai harapan, maka dikhawatirkan akan mengganggu jalannya tahapan Pilkada. Sehingga berimbas pada proses penyelenggaraan.
NPHD, kata Arief, ditandatangani setelah Peraturan KPU (PKPU) tentang tahapan selesai diundangkan. Sehingga menjadi pedoman semua pihak untuk menjalankan proses Pilkada.
"KPU sudah membuat PKPU tentang tahapan dan sudah diproses, tinggal perundangan. Sekarang masih di Kemenkum-HAM untuk diundangkan sehingga setelah selesai akan menjadi pedoman," ucap mantan ketua KPU Jatim itu.
Pedoman tersebut tak hanya berlaku untuk KPU atau penyelenggara pemilu lainnya serta pemerintah daerah. Tapi juga untuk partai politik peserta Pilkada, agar memerhatikan kapan waktu tepat mengajukan calon kandidat kepala daerah. (Ant).