Pj. Kepala Daerah Diingatkan Tidak Berpolitik Jelang Pemilu 2024
Nasional, Jurnal Jabar – Anggota Komisi II DPR RI, Agung Widyantoro, mengingatkan Penjabat (Pj) kepala daerah untuk tidak berpolitik menjelang Pemilu 2024. Dia meminta masyarakat turut mengawal dan mengawasi kinerja pada Pj. Kepala daerah lantaran rentang terlibat politik praktis.
“Kami, Komisi II meminta agar masyarakat ikut mengawal kinerja para penjabat, lantaran mereka rentan untuk ikut berpolitik menjelang Pemilu Serentak 2024 mendatang,” tegas Agung, Senin (24/10).
Agung menjelaskan, Pj kepala daerah yang ditunjuk sudah ada regulasi atau aturan yang mengatur. Menurutnya, seorang Pj kepala daerah mengemban amanat atau tugas khusus yakni menjaga kondisi fisik daerah, agar pelaksanaan pilkada lancar dan pembangunan tetap berjalan lancar.
Menurut Agung, Pj kepala daerah memiliki jarak transisi (penugasan) yang cukup panjang, sekitar setahun hingga dua tahun.
"Jangan sampai ada penjabat yang justru ikut serta bermain secara politis, sehingga mengacuhkan konfigurasi partai-partai yang sudah ada di daerah. Ini jangan sampai terjadi dan penjabat harus tetap fokus mengurusi pemerintahan dan pembangunan," tuturnya.
Agung menegaskan, saat rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, Komisi II DPR juga meminta ada ruang secara regulasi, ruang pengawasan kepada para penjabat. Sehingga, jika kinerjanya berjalan baik selama masa transisi, bisa dipertahankan sampai ada kepala daerah tetap hasil pilkada.
"Tapi, jika kinerja Pj kepala daerah itu memang tidak baik, kita lakukan evaluasi secara periodik, baik tiga bulanan maupun tahunan ada batasan-batasan sendiri sesuai dengan regulasi," sambungnya.
Lebih lanjut, Agung juga mengingatkan Pj kepala daerah tidak boleh memindahkan, memecat atau mengganti pejabat-pejabat struktural yang ada di wilayahnya, kalau tidak ada izin resmi dari Kementerian Dalam Negeri.
"Kecuali jika ada pergantian pejabat yang karena mungkin mereka pensiun, perlu dijabat orang baru atau apabila ada pejabat yang kena sanksi, kemudian dijatuhkan sanksi diganti dengan pejabat baru, penjabat diberi kewenangan, tetapi tidak boleh mengubah kebijakan-kebijakan makro yang sudah disepakati antara DPRD dan pemerintah kabupaten, kota maupun provinsi," pungkasnya.