Ricuh, DPR minta sidang Rizieq Shihab kembali virtual
Persidangan dengan terdakwa Rizieq Shihab disarankan kembali digelar secara virtual (online) lantaran massa pendukungnya membuat kericuhan di luar gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jatim), Jumat (26/3). Kala itu, persidangan dilaksanakan luring (offline).
"Keputusan awal untuk mengadakan sidang secara online sudah pasti mempertimbangkan hal-hal seperti ini dan nyatanya kejadian," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni.
Sidang kasus Rizieq awalnya dilaksanakan secara daring guna menghindari kerumunan saat pandemi Covid-19. Lantaran diprotes kubu pendiri Front Pembela Islam (FPI) itu, majelis hakim akhirnya mengabulkan keinginan permintaan sidang secara luring.
"Ternyata memang berakhir rusuh sehingga saya rasa tidak ada lagi alasan untuk menggelar sidang secara offline," tegas Sahroni.
Polisi mengamankan sejumlah simpatisan Rizieq karena dinilai memprovokasi dan mengakibatkan terjadinya kericuhan. Beberapa orang memaksa masuk gedung pengadilan hingga berujung perdebatan dengan aparat. Kerumunan pun tak bisa dihindari.
Terpisah, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, menyayangkan keputusan hakim yang mengabulkan permintaan Rizieq untuk sidang secara luring. Alasannya, alat kontrol sudah tidak ada saat massa berkerumun.
"Sekarang kalau sudah begini, kita minta pertanggungjawaban siapa? Pada akhirnya kembali lagi polisi yang disalahkan karena dianggap mungkin tidak bisa mengendalikan massa dan sebagainya," paparnya.
Islah mengaku, sejak awal curiga dengan permintaan sidang luring untuk mengerahkan kekuatan massa dan menekan keputusan hakim. "Supaya hakim terintimidasi."
"Ini, kan, sudah terbukti ketika sidang Ahok. Mereka ingin mengulangi lagi pada sidang Rizieq Shihab kali ini. Seharusnya majelis hakim mempertimbangkan ulang itu," imbuh dia.
Baginya, keputusan hukum mestinya antisipatif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. "Wibawa negara dengan hukum negaranya seharusnya bisa ditegakkan," ujarnya.
Menurutnya, Rizieq dan kuasa hukumnya akan berkilah jika dimintai pertanggungjawaban atas kericuhan di sekitar gedung PN Jaktim tersebut.
Mengenai diamankannya sejumlah simpatisan Rizieq dalam kericuhan, Islah menilai, polisi pada akhirnya yang jungkir balik lantaran mesti menjaga kekondusifan. Apalagi, para pendukungnya sudah tak punya cantolan organisasi menyusul keputusan pemerintah membubarkan FPI, akhir 2020.
"Pihak pengacara yang menjadi penjamin kepada hakim waktu itu, waktu eksepsi permohonan sidang offline, seharusnya mereka lah yang bertanggungjawab. Kalau memang ingin didakwa secara hukum dengan pasal-pasal baru, saya kira, dia lah yang harus diberi tindakan," tandasnya.