Soal Laporan OSO, Polda Metro Jaya Periksa 2 Pimpinan KPU
JAKARTA - Penyidik Polda Metro Jaya memeriksa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid terkait laporan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau OSO.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan, penyidik meminta keterangan keduanya untuk mengklarifikasi laporan dari kubu OSO. "Dua orang yang diperiksa," kata Argo di Jakarta, Rabu (30/1).
Sementara, Pramomo menegaskan bakal taat hukum dan akan memenuhi pemeriksaan jika penyidik kepolisian mengundang untuk dimintai keterangan. Dia mengaku menjawab pertanyaan penyidik sesuai kewenangan dan argumen yang dibangun selama ini.
"Ada 20 pertanyaan seputar alasan kenapa KPU mengambil sikap selama ini, kronologisnya bagaimana itu yang ditanyakan," kata Pramono.
Dia mengaku menjalani pemeriksaan selama sembilan jam. Sedangkan Arief menjalani pemeriksaan dua jam lebih sedikit dan mendapatkan 20 pertanyaan.
Pramono menuturkan, KPU menjalankan tahapan pemilihan umum (pemilu) berdasarkan sumber hukum yang selama ini diyakini dan tertinggi, yakni konstitusi. Menurutnya, KPU menaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian tidak mengabaikan putusan PTUN dan Mahkamah Agung (MA).
KPU, kata dia, dua kali meminta OSO mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai Hanura untuk pencalonan anggota DPD RI. KPU menetapkan dua kali Daftar Calon Tetap (DCT) dan memberikan kesempatan dua kali kepada OSO untuk mengundurkan diri sebagai Ketum Partai Hanura pada Desember 2018 dan Januari 2019.
"Itu bagian kami dalam menjalankan keputusan MA, PTUN dan putusan Bawaslu," ujarnya.
Sebelumnya, Herman Kadir sebagai pengacara OSO melaporkan Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner lain yaitu Hasyim Asyari, Ilham Saputra dan Pramono Ubaid ke Polda Metro Jaya, Rabu (16/1).
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor TBL/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, tim kuasa hukum OSO menuduh para komisioner KPU melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) terkait tidak melaksanakan perintah undang-undang atau putusan PTUN.
KPU tidak meloloskan OSO dalam pencalonan anggota legislatif Dewan Pimpinan Daerah (DPD RI), padahal Wakil Ketua MPR RI itu telah memenangkan gugatan di PTUN dan Bawaslu. KPU menolak pencalonan OSO karena Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai politik maju sebagai calon anggota DPD RI. (Ant)