Tren Remaja Mabuk Pembalut, Ternyata Ini Penyebabnya
JAKARTA - Masyarakat akhir-akhir ini dihebohkan dengan tren mabuk air rebusan pembalut wamnita di kalangan remaja. Mabuk dengan cara ini menjadi tren di sejumlah daerah seperti di Jawa Tengah, termasuk beberapa wilayah di sekitar Jakarta dan Jawa Barat.
"Di Karawang, Jakarta Timur, dan Bekasi kami sudah dapatkan informasi," kata Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Arman Depari di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (8/11).
Terkait hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty mengatakan, berdasarkan penelusuran pihaknya mendapatkan indikasi dorongan ekonomi yang membuat remaja mengonsumsi air rebusan pembalut untuk mabuk.
"Mereka melakukan percobaan ini, karena tidak mampu membeli karena tidak punya biaya, sementara mereka sudah kecanduan," kata Hikmah yang merupakan komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan NAPZA di Jakarta, Kamis (8/11).
Dengan begitu, kata dia, remaja-remaja di berbagai daerah itu berupaya mencari tahu dengan bantuan informasi internet untuk mabuk dengan meracik sendiri ramuan-ramuan sendiri.
Menurut dia, anak-anak saat ini banyak yang cerdas karena berbekal internet bisa membuat beberapa varian baru dari racikan coba-coba.
"Dan di situ tingkat resiko/ bahaya menjadi meningkat karena mereka hanya fokus pada satu zat tertentu dalam sebuah bahan tapi zat lainnya cenderung diabaikan sehingga reaksi sampingan yang terjadi bisa berakibat fatal," katanya.
Dia mengatakan KPAI terus berkoordinasi dengan banyak pihak agar fenomena itu bisa ditangani.
"Namun tetap saja garda terdepan ada di dalam keluarga dan lingkungan terdekat di mana anak tinggal," katanya.
Menurut dia, deteksi dini atas perubahan perilaku anak-anak jika tidak ada alasan yang wajar maka perlu menjadi bahan bagi para orang tua agar menjadi lebih waspada.
Dia mengatakan pihaknya merasa sangat prihatin dengan semakin banyaknya kasus ditemukan anak-anak yang meminum rebusan pembalut.
Sesuai data yang masuk di KPAI, Hikmah mengatakan kasus itu bukanlah hal baru.
"Pada saat kami tangani kasus penyalahgunaan PCC 2017 lalu juga sudah kita temui tapi jumlahnya relatif kecil," kata dia.
Dia mengatakan kegiatan remaja yang mencari alternatif zat yang dapat membuat mereka sakau, tenang ataupun gembira, awalnya didapatkan secara coba-coba.
"Jadi kalau kita mengenal beberapa golongan psikotropika di luar narkoba, maka beberapa zat 'temuan' para remaja itu termasuk kelompok eksperimen psikotropika" katanya.
Hikmah mengatakan jumlah remaja itu belum bisa diprediksi karena berkaitan erat dengan jumlah anak serta kreatifitas mereka "meramu" bahan-bahan yang mudah di dapat di pasaran. "Minum air rebusan pembalut juga di dapat dari coba-coba, selain fenomena lain seperti ngelem dan lain-lain," tutupnya. (Ant)